ADVENTURE to FIND FOUR BIGGEST DIAMONDS
Sore ini aku
sedang mandi, oh iya aku belum memperkenalkan diri, namaku Calista Fitriana
Mutiara.
Saat aku sedang
mandi, tiba-tiba aku merasa dunia yang berada di sekelilingku berputar, aku
merasa pusing tujuh keliling. Ketika aku terbangun aku berada di pinggir
pantai, karena tak tahu aku berada di pantai apa, aku berjalan di sekitar
tempat aku terbangun.
Tiba-tiba dari
arah pantai, ada sebuah perahu nelayan yang menepi ke pantai. Kemudian turunlah
seorang anak perempuan sebayaku, ketika sudah memandangku, dia berlari
mendekatiku dan bertanya kepadaku.
“Ola… Namaku
Mauna Dundana Azizah. Kalau kamu, siapa namamu?” Tanyanya kepadaku.
“Hai… namaku
Calista Fitriana Mutiara, senang bertemu denganmu.” Kataku memperkenalkan diri
sambil tersenyum manis.
“Kamu orang baru
ya? Rumahmu dimana? Orang tuamu mana?” Tanyanya bertubi-tubi.
“Enggak, aku
tiba-tiba saja berada disini, orang tuaku ada diduniaku.” Jawabku sambil
menunduk sedih.
“Sudahlah, tidak
perlu bersedih, kamu pasti bisa kembal ke duniamu, tapi caranya tidak mudah.”
Katanya menenangkanku.
“Sebelumnya
mampirlah dulu ke rumahku, kamu perlu membersihkan diri dan makan dulu ya..”
Sambungnya.
“Okey dokey…” Jawabku sambil tersenyum.
Akhirnya kami
pergi ke Dundana bersama-sama. Di tengah jalan kami bertemu dengan segerombolan
anak laki-laki yang tampangnya nakal, hal itu kuketahui karena melihat wajah
Dandana yang berubah menjadi sebal.
Tiba-tiba mereka menghadang kami
berdua sambil tersenyum menjengkelkan.
“Heii… gadis cantik, ikut kami saja
daripada ikut Dundana yang jelek, dekil dan miskin itu.” Ajak mereka sambil
mengejek Dundana.
“Aku merasa sebal dan marah kepada
mereka semua.
“Hehh… Kalian, ngapain disini?!
Pergi sana!” Usir Dundana.
“Kami akan pergi kalau gadis yang
bersamamu ikut dengan kami!” Kata salah satu anak nakal tersebut.
Aku merasa darah sudah mencapai
ubun-ubun (kaya aku kalo mau ngamuk, hehehe…).
“Lista, jangan
turutin omongan mereka, nanti kamu bakal dipake rebutan sama mereka. Jadi
jangan ya…” Bisik Dundana di telingaku.
Aku enggak memperdulikan perkataan
Dundana, melainkan menuruti kata hatiku.
“ Arrrggghhh…. Kalian membuatku
marah! Awas kalian!” Kataku dengan mata merah.
Akhirnya aku beri pelajaran kepada
mereka dengan jurus karate yang telah aku pelajari dari Master Hosui, sang
karateka tak terkalahkan.
Sesudah aku puas dan memberi
pelajaran kepada mereka, aku menghampiri Dundana sambil mengobrol dan
mengajaknya segera ke rumahnya yang tidak jauh dari situ.
Tak lama kemudian kami sampai di
rumah Dundana yang besarnya seperti rumah para bangsawan yang indah.
“Wow… rumahmu keren dechh…” Kataku
kagum.
“Biasa aja, rumahku gak gede-gede
amat kok.” Katanya merendah.
Kami pun naik ke
kamarnya Dundana, didalam kamarnya, Dundana memberiku sebuah peta tentang cara
untuk kembali ke duniaku.
“Ini, peta ini akan menuntunmu
kembali ke duniamu, tapi caranya mudah kok, kamu cukup mencari permata yang
sesuai dengan gambarnya yang ada disitu, cukup itu saja, tidak rumit kok.”
Katanya sambil menerangkan apa saja yang harus aku lakukan.
“Makasih Dundana, kamu baik banget
dech… kamu mau kan nemenin aku di perjalanan, please ya…” Kataku sambil memohon
dengan puppies eyes.
“Baiklah aku
akan nemenin kamu” Katanya.
“Tetapi kita
harus bersiap-siap dulu.” Sambungnya.
Kami pun segera
menyiapkan perbekalan, pakaian, senjata dan kantong sutra untuk mewadahi permatanya. Sesudah kami
menyiapkan semuanya, kami segera berangkat dengan salah satu kapal milik
Dundana. Kami berangkat ditemani 15 orang awak kapal.
Baru sekitar 55
menit kami berlayar, di depan kapal muncul seekor paus biru yang sangat amat
besar. Aku dan Dundana saling menoleh, kami hanyaa menerka, kalau di dalam paus
tersebut terdapat permata no.1 yaitu permata blue water alias permata air biru.
“Dundana, apakah
paus itu memilikinya?” Tanyaku pada Dundana.
“Mungkin aja
Cal.” Jawab Dundana. “Biar aku saja yang membunuhnya” Kata Dundana sambil menghunus
pedang dan kemudian loncat ke pus tersebut dan menusuk punggungnya dalam-dalam
sampai mendapatkan permata tersebut.
Triiing….
Dundana heran, dia menusuk lagi triiing… Akhirnya, tanpa berfikir panjang
Dundana membunuh paus tersebut sampai menemukan permata yang pertama, yang
katanya dapat memberi kita air yang menyegarkan, menyehatkan dan berlimpah.
Setelah Dundana
membunuh paus tersebut, beberapa orang awak kapal mengangkat paus tersebut,
sesudah Dundana melompat dari punggung paus tersebut. Tak berapa lama kemudian,
2 orang awak kapal menghampiri kami, satunya memberi tahu bahwa makan malam
telah siap (kami berangkat sore), sedangkan satunya memberikan permata blue water yang masih berlumuran darah
karena belum dibersihkan. Sesudah mereka memberi tahu kami, mereka bergegas
kembali ke posisi semula, satu di dapur, satu di kemudi.
0 komentar:
Posting Komentar