Suka mengisi diary dengan cerita yang kamu alami sehari-hari? Nulis di blog? Apapun yang kamu rasakan?
Rutinkah kalian lakukan?
Teruskan!
Karena, tanpa kita sadari,
kebiasaan menulis ini akan berpengaruh besar terhadapa kesehatan kita.
Tidak percaya?
Hal ini baru terungkap pada
penelitian yang dilakukan oleh James W. Pennebaker, Ph.D, seorang professor
psikologi dari Southern Methodist University, Dallas, AS
Tiga
Macam
Pennebaker
meminta sekelompok mahasiswa untuk menuliskan pengalaman traumatic (pengalaman
pahit yang sulit dilupakan) atau sekedar pengalaman ringan.
Bagi yang
memilih menuliskan pengalaman traumatic, ada tiga pilihan berikutnya. Pertama, menumpahkan emosinya saja
terhadap peristiwa itu. Pilihan kedua
adalah menuliskan faktanya saja, sdangkan pilihan ketiga menuliskan fakta sekaligus menuangkan emosinya. Para
sukarelawan diminta menulis secara teratur, 15 menit setiap hari selama empat
hari.
Pennebaker
melihat hubungan antara penulisan itu dengan kesehatan para sukarelawan, dengan
cara membandingkan frekuensi kunjungan ke pusat kesehatan mahasiswa 5,5 bulan
setelah eksperimen dengan 2,5 bulan sebelum eksperimen.
Tiga Kali
Kendati para sukarelawan mengungkapkan isi
hati mereka yang paling dalam, Pennebaker masih ragu dengan hasil penelitian
yang mereka dapat. Bahkan ia merasa telah mencitakan satu cara baru untuk
membuat orang merasa tertekan.
Tapi setelah para sukarelawan menyelesaikan daftar
pertanyaan, empat bulan setelah eksperimen, mereka menyimpulkan bahwa suasana
hati (mood) para sukarelawan menjadi
lebih baik. Menuliskan apa yang tersimpan dalam-dalam di kalbu mereka, terbukti
memicu satu pandangan yang lebih positif.
Hasil lebih kongkret, muncul 6 bulan setelah
eksperimen. Para sukarelawan, melaporkan jumlah kunjungannya ke pusat kesehatan
setelah melalui eksperimen. Mereka yang menuliskan pengalaman pahit selama ini,
mengunjungi pusat kesehatan jauh lebih sedikit dibandingkan sukarelawan lain.
Sebelum eksperimen, kunjungan para relawan ke pusat
kesehatan sama banyaknya. Tapi setelah eksperimen, relawan yang menuliskan
pengalaman traumatic mereka, mengalami penurunan kunjungan ke pusat kesehatan
sebanyak 50%! Sedangkan relawan yang menuliskan topic-topik ringan, mengalami
penurunan kunjungan ke pusat kesehatan sebanyak 30%.
Kekebalan
Meningkat
Hasil yang mencolok membuat Pennebaker ragu-ragu.
Akhirnya ia bergabung dengan Janice Kiecolt-Glaser, ahli psikologi bidang
kekebalan. Eksperimen Janice mirip dengan eksprimen Pennebaker, hanya saja,
kali ini darah sukarelawan diambil tiga kali, untuk diperiksa. Sebelum dan
sesudah eksperimen, kemudian 6 minggu setelah ekspermen.
Hasilnya tak terbantahkan.
Responden yang menulis mendalam tentang pengalaman
traumatiknya menunjukkan peningkatan kekebalan tubuh dibandingkan responden
yang menuliskan topic-topik ringan. Pada penelitian ini, mereka menggunakan
perangkat canggih yang akurat dalam menganalisa T-lymphocyte, sel pembunuh di
dalam tubuh dan unsure kekebalan lainnya dalam darah.
Cara
Menuliskannya
Menuliskan pengalaman traumatic terbukti baik untuk
kesehatan. Tapi, bagaimana cara penulisan yang terbaik?
Pennebaker memberikan
beberapa pegangan.
Ø Ketika menuliskannya, cobalah menganalisa
sendiri.
Ø Coba menuliskannya dari sudut pandang yang
berbeda
Ø Coba menuliskannya dengan menggunakan
topic yang berbeda, sehingga cara penyelesaian terhadap konflik yang ada dapat
ditemukan.
Ø Jika persoalan itu terasa berat, coba
mundur dulu dan kemudian diurai secara perlahan.
Dengan
beberapa pegangan itu, Pennebaker memberikan beberapa pendekatan dalam metode
penulisan.
Pertama, topic yang harus ditulis.
Topik yang ditulis tak perlu yang paling traumatic. Topik-topik itu hanya untuk
membantu kalau merasa menuliskan seluruh peristiwa yang dialami akan banyak
memakan waktu. Demikian pula, jika ada sesuatu yang mau diutarakan kepada orang
lain, tapi tidak bisa karena malu atau takut akibat yang ditimbulkannya, maka
tuangkan hal tersebut dalam tulisan
Kedua, apapun topic yang dituliskan, amat penting untuk sekaligus menggali
sisi obyektif dan perasaan hati tentang peristiwa itu sendiri. Tuangkan seluruh
perasaan, apa yang dirasakan dan mengapa merasa seperti itu.
Ketiga, Menulislah secara terus menerus. Jangan terputus karena tata bahasa
atau struktur kata. Jika kehabisan kata atau pikiran buntu, ulangi saja yang
telah ditulis.
Keempat. Cobalah menulis selama 15 menit sehari
ditempat yang kira-kira tak bakal diganggu. Penelitian Pennebaker menunjukkan,
bahwa semakin khusus tempatnya, makin baik. Dengan demikian, carilah satu ruang
yang nyaman, terisolir dan unik, hingga tak terganggu oleh pandangan, bunyi
atau bau yang tak diinginkan
Kelima. Merencenakan menunjukkan tulisan itu kepada orang lain dapat
mempengaruhi pikiran saat penulisan. Dari sudut kesehatan, akan lebih baik jka
diputuskan bahwa penulis adalah satu-satunya pembaca. Dengan demikian, ia tak
perlu melakukan pembenaran untuk menyesuaikan diri dengan pandangan orang lain.
Pada saat penulisan mungkin akan terasa sedih atau atau amat tertekan. Tapi
perasaan ini akan menghilang dalam waktu sejam atau dua jam. Ada juga yang baru
hilang satu sampai dua hari. Tapi itu jarang sekali. Setelah itu, perasaan
lega, lapang dan tenang muncul, dan biasanya berlangsung sampai enam bulan.
So... lets keep our health with writting !!!!
0 komentar:
Posting Komentar